Friday, February 20, 2015

Tuntunan Islam dalam Menghadapi Cobaan

Ditulis dari kajian Ustadz Abu Haidar 18 October 2012 – KBRI muscat Oman
Kita ketahui bahwa hidup ini tidak mudah, sebagian orang merasa lebih banyak sedih daripada senang dan bahagia. Apakah lebih menguntungkan banyak sedih ataukah banyak bahagia? Pandangan orang awam, lebih menguntungkan banyak bahagia ketimbang menderita. Padahal dalam tuntunan islam lebih menguntungkan banyak mendapatkan penderitaan daripada banyak mendapatkan kebahagiaan. Mengapa?
Karena orang yang menderita, saat itu sedang mendapatkan limpahan pahala tanpa harus beramal. Tanpa beramal kecuali amalan batin dan amalan lahir yang ringan. Amalan batin yang ringan adalah sabar sedangkan amalan lahir yang ringannya adalah berdoa.
Keuntungan yang diperoleh oleh orang yang menderita adalah:
1. Gugurnya dosa, tanpa harus taubat dari dosa tersebut
Dosa itu berguguran hanya dengan menderita, baik penderitaan lahir ataupun batin.
Contoh penderitaan batin: sedih, resah, gelisah, dihina orang, kecewa.
Walaupun penderitaannya hanya seperti itu, dosa-dosa kita berguguran dengan jumlah yang sama dengan kadar penderitaan kita.Makin menderita makin banyak dosa yang gugur. Darimana kita tahu?
Berdasarkan hadist Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan oleh imam Bukhari dan Muslim yang artinya :
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Tidaklah menimpa seorang mukmin kelelahan, sakit, keresahan, kesedian dan penderitaan sampai ada duri yang melukai kulitnya,  kecuali semua itu Allah mengampuni dosa orang tersebut karena penderitaannya tadi.
Abdullah bin Mas’ud ra berkata:
Aku masuk menemui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau saat itu sedang mengalami sakita kepala, pusing pening. Lalu aku berkata, ya Rasul kelihatannya engkau sedang sangat-sangat pening, kata Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ya aku merasakan pening kepala seperti rasa pening yang dialami dua kali lipat yang biasa engkau alami. Lalu Abdullah bin Mas”ud berkata, kalau begitu engkau (Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam) mendapatkan dua pahala ya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau menjawab, ya seperti itu, tidaklah seorang muslim ditimpa suatu penyakit atau tertusuk duri bahkan yang lebih kecil daripada itu kecuali dengan hal itu Allah akan mengampuni dosanya dan digugurkan kesalahan-kesalahanya sebagaimana sebatang pohon menggugurkan daun daunnya. Hadist ini diriwayatkan oleh imam Bukhary dan Muslim dengan sanad yang shahih.
Jadi berdasarkan penjelasan hadist tadi maka, setiap penderitaan hidup, kesulitan, kesengsaraan, kemiskinan akan menggugurkan dosa-dosa kita.
2. Pahala yang besar, tanpa harus berbuat, tanpa harus beramal, cukup dengan bersabar menerima penderitaan ini, maka pahala mengalir dengan jumlah yang tidak terkira.
Allah berfirman, dalam surat Az-Zumar ayat 10 yanga artinya:
Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang beriman. bertakwalah kepada Tuhanmu”. Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah Yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.
Terlebih musibah tersebut berupa kehilangan kedua matanya yang sangat dicintai.
Dalam hadist qudsi Allah berkata:
Kalau Aku menguji seorang hamba dengan kedua matanya, (maksudnya dibutakan) lalu dia bersabar maka aku ganti kedua mata tersebut dengan surga.
Jadi ternyata selain dosa gugur, pahala juga nambah. hal itu diberikan jika seseorang menderita, yang hal ini tidak diberikan kepada orang yang senang.
3. Doa makbul.
Ketika menderita kita berdoa, jangankan orang mukmin, orang kafirpun akan dikabulkan doanya oleh Allah.
Dalam Al Quran disebutkan ketika orang-orang musyrik berlayar di lautan dan diombang ambingkan oleh gelombang, dalam keadaan seperti itu mereka berdoa kepada Allah dengan memurnikan doa tersebut hanya kepada Allah. dan ketika Kami selamatkan mereka kembali ke darat, tiba2 mereka musyrik lagi.
Ayat ini menunjukkan bahwa doa orang musyrik ketika ditimpa musibah akan dikabulkan, apalagi orang muslim.
Dalam hadist Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam disebutkan:  Doa orang yang didholimi, dianiaya itu makbul meskipun orang tersebut banyak dosa.
Dalam hadist lain juga disebutkan bahwa: Takutlah kamu kepada doanya  orang-orang yang didholimi karena tidak ada penghalang antara dia dan Allah ‘Azza wa Jalla meskipun dia orang kafir.
Ternyata dari keterangan-keterangan tadi kita ketahui bahwa orang yang sedang menderita doanya dikabulkan oleh Allah
Berdasarkan hal-hal tersebut kita mengetahui keuntungan yang dialami oleh orang yang menderita, dosa diampuni, pahala nambah dan doa makbul
4. Penderitaan merupakan bukti Allah mencintai orang itu
Dalam hadist hasan berikut yang diriwayatkan oleh At Tirmidzi disebutkan: Sesungguhnya besarnya pahala sebanding dengan besarnya ujian. Semakin besar ujian, semakin besar pahala. Dan sesungguhnya jika Allah mencintai seseorang maka Allah akan memberikan ujian kepada hamba tersebut. siapa yang ridho dengan ujian tersebut maka Allah akan ridho kepadanya dan siapa yang marah, murka dan kecewa dengan ujian tersebt maka Allah akan marah kepada orang tersebut.
Hadist ke 2 riwayat imam Bukhary.
Siapa orang yang dikehendaki kebaikan oleh Allah, maka Allah akan memberikan musibah kepada orang tersebut.
Jadi musibah tersebut merupakan tanda bahwa Allah akan memberikan kebaikan kepada orang yang menerima musibah tersebut.
Hadist dari imam Ahmad,
Orang yang paling hebat ujiannya adalah para nabi, kemudian orang orang sholeh, kemudian orang-orang dibawah itu dan kemudian dibawah itu. Seseorang diuji berdasarkan kadar agamanya, jika agamanya kuat dan mantap maka akan ditambah hebat ujiannya, dan jika agamanya kurang maka kurang pula penderitaanya.
Karena penderitaan itu mengurangi dosa, Allah banyak memberikan penderitaan kepada orang-orang yang dicintainya, dengan penderitaan itu dosa orang-orang tersebut hilang dan menghadap Allah dalam keadaan bersih dari dosa
Oleh karena itu sebelum meninggal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menderita, para sabahat dan para ulama juga menderita waktu sakaratul maut. Banyak orang kafir matinya enak, orang-orang menyatakan bahwa orang tersebut kembali dengan tenang.
Kalau orang kafir tersebut tidak menderita sebelum meninggal berarti dosanya utuh, tidak terhapus sedikitpun. Nanti di alam kubur dan akhirat dibalas dengan tambah dasyat.
Maka kesabaran merupakan sesuatu yang menghasilkan pahala yang besar dan menggugurkan dosa dengan jumlah yang besar sebanding dgn penderitaan yang dialami.
5. Orang yang menderita dan sabar akan memperoleh ma’iyyatullah (penyertaan Allah)
Allah menyertai orang yang sabar. InnAllaha ma’a shobiriin. Penyertaan disini maksudnya adalah menolong, membantu, melindungi, menguatkan, mengokohkan.
Menyertai disini ada 2:
1. Menyertai secara umum, (maiyyah ‘ammah)  seperti dalam ayat “wahuwa ma’akum aina ma kuntum”
Menyertai disini artinya melihat, mengawasi, mengetahui, termasuk terhadap orang-orang kafir. Allah juga menyertai orang-orang kafir.
2. Menyertai secara khusus kepada orang-orang sabar, orang-orang beriman. Allah menyertai dengan menolong, membantu, melindungi, menguatkan, mengokohkan (InnaAllaha ma’a shobiriin)
6.  Orang yang sabar akan memperoleh sholawat, rahmat dan hidayah dari Allah
Dalam surat Al Baqarah ayat 156 dan 156 yang artinya:
(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun”. (156) Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk (hidayah)
Yang dimaksud sholawat dari Allah kepada seorang hamba maksudnya pujian Allah kepada orang tersebut dihadapan para malaikat. Ini menunjukkan bahwa sabar adalah amalan yang hebat, oleh karena itu dipuji oleh Allah.
Keuntungan kesabaran dalam menerima musibah adalah: gugur dosa, pahala bertambah, doa dikabulkan, dicintai Allah, disertai Allah, mendapatkan sholawat, rahmat, hidayah dan lain-lain
Dan pada hari kiamat kesabaran akan menjadi cahaya yang meneranginya.
Dalam hadist diriwayatkan oleh imam muslim:
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, kebersihan adalah setengah dari keimanan, Alhamdulillah memenuhi timbangam, Subhanallah dan Alhamdulillah dua-duanya akan memenuhi antara langit dan bumi, sholat adalah cahaya, shodaqoh adalah penjelas, sabar yang akan menerangi (dengan cahaya yang terang benderang)
Dalam surat At-Tahrim ayat 8:
“Cahaya-cahaya orang-orang mukmin menerangi di depan dan dibelakang mereka. mereka berkata sempurnakan cahaya-cahaya kami
Dalam kegelapan Akhirat, kesabaran akan menjadi cahaya bagi mereka (orang-orang beriman).
Maka jika ada orang yang selama di dunia senang terus maka dosanya akan utuh, tidak digugurkan, pahala tidak ada tambahan.
Banyak sahabat lebih memilih menderita daripada bahagia. Seorang sahabat pernah berdoa “Ya Allah sakitkan saya seumur hidup, tetapi jangan sampai sakit yang saya alami menghalangi untuk 3 hal: berjama’ahh ke masjid, jihad di jalan Allah dan haji”
Suatu saat Abdullah bin Abbas sedang berkumpul dengan sabahat-sahabatnya.
Dia berkata: Maukah kalian aku tunjukan wanita ahli surga? wanita yang hitam ini dulu  datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Wanita tersebut berkata, ya Rosul aku adalah seorang yang mempunyai penyakit epilepsi, pada saat kambuh auratku sering terbuka, tolong doakan aku agar Allah menyembuhkan aku. maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, kalau engkau mau sabar dengan penyakitmu ini, maka engkau akan mendapat surga, tetapi kalau engkau mau, aku akan mendoakanmu untuk sembuh. Wanita tersebut memilih sabar dan meminta didoakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam agar saat penyakitnya kambuh tidak terbuka auratnya.
Hal ini menunjukan bahwa dalam penderitaan ada jaminan surga asalkan bersabar.
Contoh ke -3: Abu Bakar Ash Shiddiq Radhiallahu’anhu suatu ketika sakit, dijenguk oleh teman-temannya. Mereka berkata,maukah aku panggilkan bagimu seorang thobiib (dokter)?, Abu Bakar menjawab sang thobiib telah melihat aku. Kawan-kawannya bertanya, apakah yang dikatakan thobib tersebut? Abu Bakar menjawab, Thobiib itu mengatakan, Aku maha pelaksana apapun yang Aku kehendaki. (yang dimaksuh thobib oleh abu bakar adalah Allah)
Orang-orang sholih lebih memilih menderita daripada senang. Karena dalam penderitaan banyak sekali keuntungan yang Allah tidak berikan kepada orang yang senang. Asal dengan syarat sabar bagi yang mengalaminya penderitaan tersebut.
Bagaimana manisnya dari sebuah kesabaran dapat kita simak dalam kisah berikut yang dikutip oleh iman adz dzahabi dalam kitab Al kabaair dalam bab nuzuznya seorang istri
Seorang laki-laki sholeh memiliki istri yang tidak sholeh (yang bawel, cerewet, tidak qonaah, tidak sabar, banyak menuntut, mencela, menghina dan berani kepada suami).
Orang laki-laki tersebut mempunyai saudara laki-laki yang tinggal di kota lain yang setiap tahun menjenguknya. Suatu hari saudara tersebut ingin berziarah kepada orang laki-laki tersebut, setelah mengetuk pintu, terdengar suara istri laki-laki tersebut dari dalam pintu yang mencela dan mendoakan kejelekan suaminya. Tiba-tiba dari atas bukit suaminya terlihat membawa kayu bakar diatas punggung seekor singa.
Tahun berikutnya si tamu datang lagi dengan mengetuk pintu. Terdengar dari dalam pintu sambutan dari istri laki-laki tersebut dengan ramah, lembut dan ucapan doa-doa kebaikan untuk suaminya. Si tamu merasa takjub dengan keramah tamahan wanita tersebut. Kemudian datangnya suaminya dari atas bukit dengan menggendong kayu bakar tanpa seekor singa.
Sebelum tamu tersebut pulang dia bertanya kepada laki-laki tersebut. wahai saudaraku, tahun yang lalu ketika aku datang aku mendengar wanita yang buruk lisannya dan banyak mendoakan kejelekan kepadamu dan aku melihat engkau datang dengan kayu bakar dipunggung singa yang singa tersebut tunduk kepadamu dan engkau tunduk kepada istrimu. Dan tahun ini ada sesuatu yang ajaib, aku melihat seorang wanita yang berakhlak mulia tetapi aku melihat engkau datang dengan memikul kayu bakar di punggungmu tanpa seekor singa.
Laki-laki tersebut menjawab, wahai saudaraku, istriku yang buruk akhlaqnya tersebut sudah mati. Dulu aku sangat menderita dengan keburukan akhlak istriku dan aku sabar atasnya lalu Allah menaklukan singa besar untukku seperti yang engkau lihat di tahun yang lalu. kemudian aku menikah lagi dengan seorang wanita yang berakhlak mulia, aku tidak perlu bersabar dengan kejelekan akhlaq istriku yang sekarang, karena itu pula singa yang dulu tunduk kepadaku, sekarang pergi entah kemana sehingga aku harus memikul sendiri kayu bakar dipunggungku tetapi aku berbahagia dengan istriku yang sekarang ini.
Oleh karena itu kesabaran akan berbuah manis di dunia apalagi di akhirat. Inilah penjelasan kiat menjalani problema hidup yaitu sabar yang akan melahirkan banyak kebaikan yang tidak Allah berikan kepada orang yang berbahagia.
——————————————–
Pertanyaan dari peserta kajian

Pertanyaan ke -1
Bagaimana jika ujian dari Allah terus menerus dan begitu beratnya sedangkan diluar sana banyak orang berbahagia dan berkecukupan.
Jawab:
pertama:
Kalau seseorang diberikan cobaan oleh Allah akan mendapatkan banyak keuntungan, dosa gugur, pahala nambah, doa dikabulkan dan seterusnya, seperti penjelasan diatas
kedua:
mengapa orang yang tidak pernah ibadah, Allah berikan banyak kenikmatan. Apakah ini suatu tanda bahwa Allah mencintai mereka?
Kalau kita coba melihat sejarah para raja-raja yang dahulu durhaka seperti Firaun, Namrut, Abraha dst. Mereka sangat berkuasa dan sangat ditakuti, dan Allah berikan kepada mereka kekayaan dan kekuasaan yang berlimpah. Pertanyaannya adalah, mengapa Allah memberikan kepada mereka? hal ini adalah istidraj dari Allah yang maksudnya adalah, Allah memberi kenikmatan, tanpa ridho. Sekedar umpan agar adzabnya bertambah dasyat nanti di akhirat. Sehingga dengan kekayaanya dia bertambah banyak dosanya dan bertambah durhaka. istidroj adalah sebagai ‘hukuman’ yang diberikan sedikit demi sedikit dan tidak diberikan langsung. Allah biarkan orang tersebut tidak disegerakan adzabnya. Tindakan maksiat yang dia lakukan, Allah balas dengan nikmat, dan Allah membuat dia lupa untuk beristighfar, sehingga dia semakin dekat dengan adzab sedikit demi sedikit, selanjutnya Allah berikan semua hukumannya.
Oleh karena itu jangan sampai ada anggapan, sudah sholat, sudah puasa senin kamis, tahajut yang tidak pernah lewat,sudah baca quran dll tetapi miskin terus. Sementara orang-orang kafir tidak pernah sholat tetapi mereka kaya raya. Hal tersebut adalah salah dalam Niat, karena kita melakukan ibadah bukan untuk kaya, tetapi untuk mengharapkan ridho Allah dan selamat dari murka dan adzab Allah di akhirat. Yang kedua, siapa yang ibadah dengan sungguh-sungguh, akan dijamin rizkinya oleh Allah. Asal jangan diniatkan ibadah untuk mendapatkan rizki tersebut. Allah tidak memberikan kekayaan karena ibadah tersebut tidak ikhlas. Jika kita ikhlas karena Allah maka Allah akan mudahkan kita untuk mendapatkan rizki tersebut. Firman Allah dalam surat At-Tholaq ‘Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. (2) Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya’
Jadi ibadah akan berdampak untuk urusan dunia, tetapi ibadah tidak boleh kita niatkan kesana, karena ibadah kita akan tertolak.
Dalam surat Nuh disebutkan: ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, -sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun-, (10) niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, (11) dan membanyakkan harta dan anak-anakmu.
Karena istigfar, Allah akan mengampuni di akhirat dan Allah akan memberikan nikmat di dunia. Asalkan istigfarnya benar-benar ikhlas karena Allah.
Jika kita terus menderita, maka yang pertama adalah sabar, kedua banyak berdoa mendekat kepada Allah agar Allah menguatkan kita,memberi kesabaran diatas cobaan tersebut. Maka ketika kita sabar diatas cobaan tersebut pasti ada titik akhir dari penderitaan kita. Setelah titik akhir tersebut terlewati maka Allah akan melimpahkan balasannya di dunia dan akhirat. Allahu ‘alam.
Pertanyaan ke-2:
Jika seseorang diberikan cobaan pada kedua matanya tetapi tidak sampai buta, apakah hal tersebut merupakan ujian?
Jawab:
Ya, hal tersebut adalah ujian dari Allah yang akan menggugurkan dosa dan menambah pahala sebanding dengan penderitaan yang kita alami. Semakin berat penderitaan semakin banyak pahala yang didapat. Yang jelas, berat atau ringan penderitaan, kita diwajibkan untuk sabar.
Pertanyaan ke-3:
Dalam Alquran disebutkan bahwa musibah itu terjadi akibat dari perbuatan manusia itu sendiri. Apakah disyariatkan ketika kita mendapat musibah, kita langsung beristigfar dan mengingat-ingat dosa yang pernah kita lakukan?
Jawab:
Betul, Dalam Alquran disebutkan bahwa musibah itu terjadi karena ulah/dosa-dosa kalian sendiri (secara umum). Oleh karena itu ketika kita terkena musibah, tuntunan syariat setelah sabar adalah interopeksi, mungkin musibah tersebut adalah karena kesalahan kita dan langsung bertaubat. Misalnya ketika orang mengina kita, coba kita interopeksi diri sendiri mengapa orang tersebut marah kepada kita, mungkin karena kesalahan kita yang kita lakukan kepada dia. kemudian kita datang minta maaf kepada orang tersebut. Dengan cara itu, insyaAllah dosa yang kita lakukan akan gugur dan musibah segera berakhir sertahubungan dengan orang lain menjadi baik. Allahu ‘a’lam.

Pertanyaan ke-4
Bagaimana cara sesuai syariat yang harus ditempuh oleh para nakerwan menghadapi masalah diperantauan  selama menunggu keputusan untuk dipulangkan ke negara asal. Dan bagaimana hukum wanita bekerja di luar negeri tanpa mahram.
Jawab:
pertama:
Melakukan ikhtiar dari 2 segi. pertama ikhtiar batin yaitu berdoa agar Allah segera memberikan solusi kepada kita. Doa yang diajarkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada kita:
اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ وَالْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَالْبُخْلِ وَالْجُبْنِ وَضَلَعِ الدَّيْنِ وَغَلَبَةِ الرِّجَالِ
(Alloohumma innii a’uudzubika minal hammi wal hazan, wal ajzi wal kasal, wal bukhli wal jubni wa dhola’id daini wa gholabatir rijaal)
Artinya :
Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari keresahan dan kesedihan, kelemahan dan sikap malas, kekikiran dan sikap penakut serta dililit hutang dan dikalahkan lawan.
Kalau tidak faham atau tidak hafal bisa berdoa dengan bahasa sendiri intinya meminta kepada Allah diberikan jalan keluar dari kesulitan.
Ikhtiar kedua adalah memperbanyak taubat dari dosa dan kesalahan kita. Karena musibah itu terjadi karena dosa dosa kita. Dan Allah menghukum kita karena dosa-dosa tersebut dengan musibah ini. Coba diingat-ingat kembali dosa yang pernah kita lakukan di tanah air ataukah di sini. Mungkin aspek niat dan seterusnya, maka cepatlah bertaubat minta ampun kepada Allah. Tingkatkan ibadah, hadir dalam pengajian, sholat tahajud, puasa senin kamis, membaca Alquran dan seterusnya. Kalau taubat kita diterima, insyaAllah dosa-dosa kita terhapus dan musibah yang Allah berikan segera dicabut.
Mungkin salah satu diantara penyebab Allah memberikan musibah adalah para wanita berpergian jauh tanpa mahram. Haram hukumnya bepergian tanpa mahram berdasarkan hadist Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: Tidaklah halal bagi seorang wanita untuk melakukan perjalanan kecuali dengan mahramnya.
Ikhtiar lahirnya adalah berusaha mencari jalan keluar ke pihak-pihak yang berwenang.
Pertanyaan ke-5
Apakah jika kita sakit, dibolehkan tidak berobat berdasarkan hadist Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang wanita yang berpenyakit epilepsi tadi?
Jawab:
Dalam hadist Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam disebutkan: ‘Berobatlah kalian, karena disetiap penyakit itu ada obatnya. Sebagian ulama seperti Syaikh Utsaimin menjelaskan tentang hadist ini bahwa berobat itu wajib dan siapa yang tidak berobat itu berdosa. Lalu mengapa para sahabat lebih memilih sakit dari pada sembuh?
Tadi dijelaskan bahwa dalam sakit banyak keutungan, tetapi selain itu dalam sakit banyak mudharatnya. Diantaranya tidak produktif, banyak mengeluh juga membebani orang lain. Karena dalam sakit lebih banyak negatifnya oleh karena itu nabi memerintahkan untuk berobat.
Sahabat lebih memilih sakit daripada sehat karena mereka adalah orang-orang yang mempunyai keimanan yg hebat, dia tau semua manfaat dan mudharat dari sakit. Dan dia yakin semua mudharat sakit bisa dibuang dan semua maslahat sakit bisa didapatkan. Oleh karena itu para sahabat meskipun sakit mereka tidak malas, tidak cuma berbaring, tidak mengeluh dan tidak membebani orang. Semua kerugian dan efek negatif dari sakit oleh para sahabat disingkirkan, yang tinggal adalah keuntungan-keuntungan. Maka bagi orang-orang yang kualitas keimanannya seperti para sahabat, maka sakit lebih baik daripada sehat atau boleh baginya tidak berobat jika sakit. Karena dengan sakit dia masih bisa sholat berjamah, jihad dan berhaji. Jadi sakitnya tidak membebaninya sedikitpun.
Adapun orang yang imannya lemah, dengan sedikit sakit dia sholatnya dirumah dan tidak berjamaah di masjid, banyak mengeluh dan membebani orang, maka bagi mereka sakitnya lebih banyak mendatangkan mudharat daripada manfaat. Oleh karena itu lebih baik berobat agar sehat.
Pertanyaan ke-6
Bagaimana hukum jika ada seorang ibu yang punya anak tetapi anaknya dibuang?
Jawab:
Hal tersebut adalah dosa besar. Dalam hadist shahih riwayat imam muslim disebutkan: Cukup seseorang dikatakan berdosa bila dia menyia-nyiakan orang yang berada di bawah tanggung jawabnya.
Yang kedua, bolehkah kita mengadopsi anak yang kita temukan yang kita tidak tau orang tuanya entah kemana. Kita boleh mengurusnya dengan syarat harus kita laporkan keberadaan anak tersebut kepada yang berwenang. Karena yang paling berwenang mengurus anak tersebut adalah negara.
Dengarkan Penjelasan langsung dari Ustadz Abu Haidar :
Kajian keluarga “Tuntunan Islam dalam Menghadapi Cobaan” :
TV Melura
Klik TV Melura

Tafsir Al Furqan Ayat 63-77

Tujuan dan Makna Ayat 63-77:

Seorang muslim hendaknya menyifati dirinya dengan sifat hamba-hamba Allah yang mendapatkan kemuliaan dengan beribadah kepada-Nya dan agar ia mendapatkan pahala yang besar di akhirat.

وَعِبَادُ الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الأرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلامًا (٦٣) وَالَّذِينَ يَبِيتُونَ لِرَبِّهِمْ سُجَّدًا وَقِيَامًا (٦٤) وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا اصْرِفْ عَنَّا عَذَابَ جَهَنَّمَ إِنَّ عَذَابَهَا كَانَ غَرَامًا (٦٥) إِنَّهَا سَاءَتْ مُسْتَقَرًّا وَمُقَامًا (٦٦) وَالَّذِينَ إِذَا أَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَامًا (٦٧) وَالَّذِينَ لا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ وَلا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلا بِالْحَقِّ وَلا يَزْنُونَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ يَلْقَ أَثَامًا (٦٨) يُضَاعَفْ لَهُ الْعَذَابُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَيَخْلُدْ فِيهِ مُهَانًا (٦٩) إِلا مَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ عَمَلا صَالِحًا فَأُولَئِكَ يُبَدِّلُ اللَّهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا (٧٠) وَمَنْ تَابَ وَعَمِلَ صَالِحًا فَإِنَّهُ يَتُوبُ إِلَى اللَّهِ مَتَابًا (٧١) وَالَّذِينَ لا يَشْهَدُونَ الزُّورَ وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِرَامًا (٧٢) وَالَّذِينَ إِذَا ذُكِّرُوا بِآيَاتِ رَبِّهِمْ لَمْ يَخِرُّوا عَلَيْهَا صُمًّا وَعُمْيَانًا (٧٣) وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا (٧٤) أُولَئِكَ يُجْزَوْنَ الْغُرْفَةَ بِمَا صَبَرُوا وَيُلَقَّوْنَ فِيهَا تَحِيَّةً وَسَلامًا (٧٥) خَالِدِينَ فِيهَا حَسُنَتْ مُسْتَقَرًّا وَمُقَامًا (٧٦) قُلْ مَا يَعْبَأُ بِكُمْ رَبِّي لَوْلا دُعَاؤُكُمْ فَقَدْ كَذَّبْتُمْ فَسَوْفَ يَكُونُ لِزَامًا (٧٧

63. [1] Adapun hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih[2] itu adalah orang-orang yang berjalan di bumi dengan rendah hati[3] dan apabila orang-orang  jahil menyapa mereka (dengan kata-kata yang menghina), mereka mengucapkan, “Salam[4],”
64. dan orang-orang yang menghabiskan waktu malam untuk beribadah kepada Tuhan mereka dengan bersujud dan berdiri[5].
65. Dan orang-orang yang berkata, "Ya Tuhan kami, jauhkanlah azab Jahanam dari kami[6], karena sesungguhnya azabnya itu membuat kebinasaan yang kekal,”
66. sungguh, Jahanam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman[7].
67. Dan (termasuk hamba-hamba Allah Yang Maha Pengasih) orang-orang yang apabila menginfakkan (harta)[8], mereka tidak berlebihan[9], dan tidak (pula) kikir[10], di antara keduanya secara wajar[11],
68. [12]dan orang-orang yang tidak mempersekutukan Allah dengan sembahan lain[13] dan tidak membunuh orang yang diharamkan Allah[14] kecuali dengan (alasan) yang benar[15], dan tidak berzina[16]; dan barang siapa melakukan demikian itu[17], niscaya dia mendapat hukuman yang berat,
69. (yakni) akan dilipatgandakan azab untuknya pada hari Kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina[18],
70. [19]kecuali orang-orang yang bertobat[20] dan beriman[21] dan mengerjakan amal saleh[22], maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebaikan[23]. Allah Maha Pengampun[24] lagi Maha Penyayang[25].
71. Dan barang siapa bertobat dan mengerjakan amal saleh, maka sesungguhnya dia bertobat kepada Allah dengan tobat yang sebenar-benarnya[26].
72. Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu[27], dan apabila mereka bertemu[28] dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah[29], mereka berlalu dengan menjaga kehormatan dirinya[30],
73. dan orang-orang yang apabila diberi peringatan dengan ayat-ayat Tuhan mereka, mereka tidak bersikap sebagai orang-orang yang tuli dan buta[31],
74. dan orang-orang yang berkata, "Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami[32] dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami)[33], dan jadikanlah kami pemimpin[34] bagi orang-orang yang bertakwa[35].”
75. Mereka itu akan diberi balasan yang tinggi (dalam surga)[36] atas kesabaran mereka[37], dan di sana mereka akan disambut dengan penghormatan dan salam[38],
76. Mereka kekal di dalamnya. Surga itu sebaik-baik tempat menetap dan tempat kediaman.
77. [39]Katakanlah (Muhammad, kepada orang-orang musyrik), "Tuhanku tidak akan mengindahkan kamu, kalau tidak karena doamu[40]. (Tetapi bagaimana Dia mengindahkan kamu), padahal sungguh, kamu telah mendustakan (Rasul dan Al Qur’an)? Karena itu, kelak (azab) pasti (menimpamu)[41].”

[1] Selanjutnya Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan banyaknya kebaikan-Nya, nikmat-Nya kepada hamba-hamba-Nya serta taufiq-Nya kepada mereka untuk beramal saleh sehingga mereka berusaha mencapai tempat-tempat tinggi di kamar-kamar surga.
[2] Ubudiyyah (penghambaan) terbagi menjadi dua:
- Ubudiyyah kepada rububiyyah Allah, maka dalam hal ini semua manusia ikut di dalamnya, baik yang muslim maupun yang kafir, yang baik maupun yang jahat, semuanya adalah hamba Allah yang diatur-Nya. Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman, “Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Tuhan yang Maha Pemurah selaku seorang hamba.” (Terj. Maryam: 93)
- Ubudiyyah kepada uluhiyyah Allah, yaitu ibadah yang dilakukan para nabi dan para wali-Nya, dan penghambaan kepada uluhiyyah inilah yang dimaksud dalam ayat di atas. Oleh karena itulah, Allah hubungkan kata ‘ibaad” (hamba-hamba) kepada Ar Rahman sebagai isyarat bagi mereka, bahwa mereka memperoleh keadaan ini disebabkan rahmat-Nya.
Dalam ayat ini dan selanjutnya, Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan sifat-sifat mereka yang merupakan sifat yang sangat utama.
[3] Dia bertawadhu’ (berendah diri) kepada Allah dan berendah hati kepada makhluk-Nya. Ayat ini menerangkan sifat mereka, yaitu sopan, tenang, dan bertawadhu’.
[4] Yakni ucapan yang bersih dari dosa. Mereka memaafkan orang yang bodoh dan tidak mengucapkan kecuali yang baik. Mereka santun dan tidak membalas keburukan dengan keburukan, tetapi membalasnya dengan kebaikan.
[5] Maksudnya orang-orang yang shalat tahajjud di malam hari semata-mata karena Allah.
[6] Yakni hindarkanlah dari kami; jagalah kami dari sebab-sebab yang memasukkan kami ke dalamnya, dan ampunilah perbuatan kami yang mendatangkan azab.
[7] Ucapan ini mereka ucapkan karena tadharru’ (merendahkan diri) kepada Tuhan mereka, menjelaskan butuhnya mereka kepada Allah, dan bahwa mereka tidak sanggup memikul azab Allah serta agar mereka dapat mengingat nikmat-Nya.
[8] Baik nafkah wajib maupun sunat.
[9] Sampai melewati batas sehingga jatuh ke dalam pemborosan dan meremehkan hak yang wajib.
[10] Sehingga jatih ke dalam kebakhilan dan kekikiran.
[11] Mereka mengeluarkan dalam hal yang wajib, seperti zakat, kaffarat dan nafkah yang wajib dan dalam hal yang patut dikeluarkan namun tidak sampai menimbulkan madharrat baik bagi diri maupun orang lain. Ayat ini terdapat dalil yang memerintahkan untuk hidup hemat.
[12] Imam Bukhari meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Ibnu Mas’ud ia berkata, “Aku bertanya - atau Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ditanya- , “Dosa apa yang paling besar di sisi Allah?” Beliau menjawab, “Yaitu kamu adakan tandingan bagi Allah, padahal Dia menciptakanmu.” Aku bertanya, “Kemudian apa?” Beliau menjawab, “Engkau membunuh anakmu karena takut jika ia makan bersamamu.” Aku bertanya lagi, “Kemudian apa?” Beliau menjawab, “Engkau menzinahi istri tetanggamu.” Ibnu Mas’ud berkata, “Lalu turun ayat ini membenarkan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, “dan orang-orang yang tidak mempersekutukan Allah dengan sembahan lain dan tidak membunuh orang yang diharamkan Allah kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina;
Imam Bukhari juga meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma, bahwa orang-orang yang sebelumnya musyrik pernah melakukan banyak pembunuhan dan melakukan banyak perzinaan, lalu mereka mendatangi Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dan berkata, “Sesungguhnya apa yang engkau ucapkan dan engkau serukan sungguh bagus. Sudikah kiranya engkau memberitahukan kepada kami penebus amal kami?” Maka turunlah ayat, “dan orang-orang yang tidak mempersekutukan Allah dengan sembahan lain dan tidak membunuh orang yang diharamkan Allah kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina;” dan turun pula ayat, “Katakanlah, "Wahai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Terj. Az Zumar: 53)
Syaikh Muqbil berkata, “Tidak menutup kemungkinan ayat tersebut turun berkenaan dua sebab tersebut secara bersamaan.”
[13] Bahkan hanya beribadah kepada-Nya dengan ikhlas.
[14] Yaitu jiwa seorang muslim dan orang kafir yang mengikat perjanjian.
[15] Seperti membunuh seorang karena membunuh orang lain, membunuh pezina yang muhshan dan membunuh orang kafir yang halal dibunuh (seperti kafir harbi).
[16] Mereka menjaga kemaluan mereka kecuali kepada istri-istri mereka dan hamba sahaya mereka.
[17] Yakni salah satu di antara ketiga perbuatan buruk itu.
[18] Ancaman kekal di neraka tertuju kepada mereka yang melakukan ketiga perbuatan itu (syirk, membunuh dan berzina) atau orang yang melakukan perbuatan syirk. Demikian pula azab yang pedih tertuju kepada orang yang melakukan salah satu dari perbuatan itu karena keadaannya yang berupa syirk atau termasuk dosa besar yang paling besar. Adapun pembunuh dan pezina, maka ia tidak kekal di neraka, karena telah ada dalil-dalil baik dari Al Qur’an maupun As Sunnah yang menunjukkan bahwa semua kaum mukmin akan dikeluarkan dari neraka dan orang mukmin tidak kekal di neraka meskipun melakukan dosa besar. Ketiga dosa yang disebutkan dalam ayat di atas adalah dosa besar yang paling besar, karena dalam syirk merusak agama, membunuh merusak badan dan zina merusak kehormatan.
[19] Imam Bukhari meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Sa’id bin Jubair, ia berkata, “Abdurrahman bin Abzaa memerintahkan aku dengan mengatakan, “Bertanyalah kepada Ibnu Abbas tentang kedua ayat ini, apa perkara kedua (orang yang disebut dalam ayat tersebut)?” Yaitu ayat, “Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar…dst.” (Terj. Al Israa’: 33) dan ayat, “Dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja ...dst.” (Terj. An Nisaa’: 93) Maka aku bertanya kepada Ibnu Abbas, ia menjawab, “Ketika turun ayat yang ada dalam surah Al Furqan, orang-orang musyrik Mekah berkata, “Kami telah membunuh jiwa yang diharamkan Allah dan kami telah menyembah selain Allah serta mengerjakan perbuatan-perbuatan keji.” Maka Allah menurunkan ayat, “kecuali orang-orang yang bertobat…dst.” Adapun yang disebutkan dalam surah An Nisaa’ itu adalah seorang yang sudah mengenal Islam dan syariatnya, lalu ia melakukan pembunuhan, maka balasannya adalah neraka Jahanam, ia kekal di dalamnya.” Kemudian aku menyebutkanya kepada Mujahid, ia berkata, “Kecuali orang yang menyesali (perbuatannya).”
[20] Dari dosa-dosa tersebut dan lainnya, yaitu dengan berhenti melakukannya pada saat itu juga, menyesali perbuatan itu dan berniat keras untuk tidak mengulangi lagi.
[21] Kepada Allah dengan iman yang sahih yang menghendaki untuk meninggalkan maksiat dan mengerjakan ketaatan.
[22] Yakni amal yang diperintahkan syari’ (Allah dan Rasul-Nya) dengan ikhlas karena Allah.
[23] Dalam hal ini ada dua pendapat: Pendapat pertama, perbuatan mereka yang buruk diganti dengan perbuatan yang baik. Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma berkata, “Mereka adalah kaum mukmin, di mana sebelum beriman, mereka berada di atas kejahatan, lalu Allah menjadikan mereka benci kepada kejahatan, maka Allah alihkan mereka kepada kebaikan, sehingga Allah merubah kejahatan mereka dengan kebaikan. Sa’id bin Jubair berkata, “Allah merubah penyembahan mereka kepada berhala menjadi menyembah kepada Ar Rahman, yang sebelumnya memerangi kaum muslimin menjadi memerangi orang-orang musyrik dan Allah merubah mereka yang sebelumnya menikahi wanita musyrikah menjadi menikahi wanita mukminah.” Al Hasan Al Basri berkata, “Allah merubah mereka yang sebelumnya amal buruk menjadi amal saleh, yang sebelumnya syirk menjadi ikhlas dan yang sebelumnya berbuat zina menjadi menikah, dan yang sebelumnya kafir menjadi muslim.” Pendapat kedua, keburukan yang telah berlalu itu berubah karena tobat nashuha, kembali kepada Allah dan ketaatan menjadi kebaikan.
[24] Bagi orang yang bertobat.
[25] Kepada hamba-hamba-Nya, di mana Dia mengajak mereka bertobat setelah mereka menghadapkan kepada-Nya dosa-dosa besar, lalu Dia memberi mereka taufik untuk bertobat dan menerima tobat itu.
[26] Hendaknya dia mengetahui, bahwa tobatnya telah sempurna, karena ia telah kembali ke jalan yang menghubungkan kepada Allah, di mana jalan itu merupakan jalan kebahagiaan dan keberuntungan. Oleh karena itu, hendaknya ia ikhlas dalam tobat dan membersihkannya dari campuran maksud yang tidak baik. Kesimpulan ayat ini adalah dorongan untuk menyempurnakan tobat, melakukannya dengan cara yang paling utama dan agung agar Allah menyempurnakan pahalanya sesuai tingkat kesempurnaan tobatnya.
[27] Ada pula yang menafsirkan dengan tidak menghadiri Az Zuur, yakni ucapan dan perbuatan yang haram. Oleh karena itu, mereka menjauhi semua majlis yang di dalamnya penuh dengan ucapan dan perbuatan yang haram, seperti mengolok-olok ayat-ayat Allah, perdebatan yang batil, ghibah (gosip), namimah (mengadu domba), mencaci-maki, qadzaf (menuduh zina), nyanyian yang haram, meminum khamr (arak), menghamparkan sutera, memajang gambar-gambar, dsb. Jika mereka tidak menghadiri Az Zuur, maka tentu mereka tidak mengucapkan dan melakukannya.Termasuk ucapan Az Zuur adalah persaksian palsu.
[28] Yakni tanpa ada maksud untuk menemuinya, akan tetapi bertemu secara tiba-tiba.
[29] Yakni tidak ada kebaikan atau faedahnya baik bagi agama maupun dunia seperti obrolan orang-orang bodoh.
[30] Mereka bersihkan diri mereka dari ikut masuk ke dalamnya meskipun tidak ada dosa di sana, namun hal itu mengurangi kehormatannya.
[31] Mereka tidak menghadapinya dengan berpaling; tuli dari mendengarnya serta memalingkan pandangan dan perhatian darinya sebagaimana yang dilakukan orang yang tidak beriman dan tidak membenarkan, akan tetapi keadaan mereka ketika mendengarnya adalah sebagaimana firman Allah Ta’ala, “Sesungguhnya orang yang benar benar percaya kepada ayat ayat Kami adalah mereka yang apabila diperingatkan dengan ayat ayat itu mereka segera bersujud seraya bertasbih dan memuji Rabbnya, dan lagi pula mereka tidaklah sombong.”(Terj. As Sajdah: 15) Mereka menghadapinya dengan sikap menerima, butuh dan tunduk. Telinga mereka mendengarkan dan hati mereka siap menampung sehingga bertambahlah keimanan mereka dan semakin sempurna keimanannya serta timbul rasa semangat dan senang.
[32] Termasuk pula kawan-kawan kami.
[33] Yakni dengan melihat mereka taat kepada-Mu.
Apabila kita memperhatikan keadaan dan sifat-sifat mereka (hamba-hamba Allah Yang Maha Pengasih), maka dapat kita ketahui, bahwa hati mereka tidak senang kecuali ketika melihat pasangan dan anak-anak mereka taat kepada Allah Subhaanahu wa Ta'aala. Doa mereka agar pasangan dan anak-anak mereka menjadi saleh sesungguhnya mendoakan untuk kebaikan mereka, karena manfaatnya kembalinya kepada mereka, bahkan kembalinya untuk manfaat kaum muslimin secara umum, karena dengan salehnya orang-orang yang disebutkan maka akan menjadi sebab salehnya orang yang bergaul dengan mereka dan dapat memperoleh manfaat darinya.
[34] Yakni pemimpin dalam kebaikan.
[35] Maksudnya, sampaikanlah kami ke derajat yang tinggi ini; derajat para shiddiqin dan insan kamil dari kalangan hamba Allah yang saleh, yaitu derajat imam (pemimpin) dalam agama dan menjadi panutan bagi orang-orang yang bertakwa, baik dalam perkataan maupun perbuatan mereka, di mana orang-orang yang baik berjalan di belakang mereka. Mereka memberi petunjuk lagi mendapat petunjuk. Sudah menjadi maklum, bahwa berdoa agar mencapai sesuatu berarti berdoa meminta agar diadakan sesuatu yang dapat meyempurnakannya, dan derajat imamah fiddin tidak akan sempurna kecuali dengan sabar dan yakin sebagaimana disebutkan dalam surah As Sajdah: 24. Doa agar dijadikan pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa adalah doa yang menghendaki amal, bersabar di atas perintah Allah, bersabar menjauhi larangan Allah dan bersabar terhadap taqdir-Nya yang pedih. Demikian juga dibutuhkan ilmu yang sempurna yang dapat menyampaikan seseorang kepada derajat yakin. Dengan sabar dan yakin itulah mereka dapat berada pada derajat yang sangat tinggi setelah para nabi dan rasul. Oleh karena cita-cita mereka begitu tinggi dan tidak sekedar cita-cita, bahkan mereka melakukan sebab-sebabnya sambil berdoa kepada Allah, maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala membalas mereka dengan kedudukan yang tinggi (ghurfah) di akhirat.
[36] Yakni kedudukan yang tinggi dan tempat-tempat yang indah; yang menghimpun semua yang disenangi dan sejuk dipandang oleh mata.
[37] Di atas ketaatan kepada Allah.
[38] Dari Tuhan mereka, dari para malaikat dan dari sesama mereka. Dalam ayat lain, Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman, “(Yaitu) surga 'Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, istri-istrinya dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu;---(sambil mengucapkan), "Salamun 'alaikum bima shabartum" (salam atasmu karena kesabaranmu). Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu.” (Terj. Ar Ra’d: 23-24)
Wal hasil, Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyifati mereka dengan sikap sopan, tenang, tawadhu’ kepada Allah dan kepada hamba-hamba-Nya, adabnya baik, santun (tidak lekas marah), berakhlak mulia, memaafkan orang-orang yang jahil (bodoh), dan berpaling dari mereka, membalas perbuatan buruk mereka dengan perbuatan baik, melakukan qiyamullail, ikhlas dalam melakukannya, takut kepada neraka, bertadharru’ (merendahkan diri sambil berdoa) kepada Allah agar Dia menyelamatkan mereka darinya, mengeluarkan nafkah yang wajib dan yang sunat, berhemat dalam hal tersebut, selamat dari dosa-dosa besar, ikhlas dalam beribadah, tidak menzalimi darah dan kehormatan orang lain, segera bertobat jika terjadi sikap itu, tidak menghadiri majlis yang munkar dan kefasikan apalagi sampai melakukan, menjauhkan dirinya dari hal yang tidak berguna yang menunjukkan muru’ah (kesopanan) dan sempurnanya pribadi mereka, diri mereka jauh dari ucapan dan perbuatan yang hina, menyikapi ayat-ayat Allah dengan tunduk dan menerima, memahami maknanya dan mengamalkan serta berusaha mewujudkan hukum-hukumnya dan bahwa mereka berdoa dengan doa yang yang paling sempurna, di mana mereka mendapatkan manfaat darinya, demikian pula orang yang bersama mereka, dan kaum muslimin pun mendapatkan manfaat darinya, yaitu doa untuk kesalehan istri dan keturunan mereka, di mana termasuk ke dalamnya adalah berusaha mengajarkan agama kepada mereka dan menasehati mereka, karena orang yang berusaha terhadap sesuatu dan berdoa kepada Allah tentu mengerjakan sebab-sebabnya, dan bahwa mereka berdoa kepada Allah agar mencapai derajat yang tinggi yang mereka mampu, yaitu derajat imamah fiddin (pemimpin dalam agama atau shiddiiqiyyah). Allah mempunyai nikmat yang besar kepada hamba-hamba-Nya, Dia menerangkan sifat-sifat mereka, perbuatan mereka dan cita-cita mereka serta menerangkan pahala yang akan diberikan-Nya kepada mereka agar hamba-hamba-Nya ingin memiliki sifat tersebut, mengerahkan kemampuannya untuk itu, dan agar mereka meminta kepada Allah yang mengaruniakan nikmat tersebut, di mana karunia-Nya ada di setiap waktu dan tempat, Dia menunjuki mereka sebagaimana Dia telah memberi hidayah, serta mendidiknya dengan pendidikan khusus sebagaimana Dia telah mengurus mereka.
Ya Allah, untuk-Mulah segala puji, kepada-Mu kami mengadu dan kepada Engkaulah kami meminta pertolongan dan bantuan. Tidak ada daya dan upaya melainkan dengan pertolongan-Mu. Kami tidak kuasa memberi manfaat bagi diri kami, demikian pula menimpakan madharrat, dan kami tidak sanggup melakukan satu kebaikan pun jika Engkau tidak memudahkannya, karena sesungguhnya kami adalah lemah dari berbagai sisi. Kami bersaksi, jika Engkau menyerahkan kami kepada diri kami meskipun sekejap mata, maka sesungguhnya Engkau telah menyerahkan kami kepada kelemahan, kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, kami tidak percaya selain kepada rahmat-Mu yang dengannya Engkau telah menciptakan kami dan memberi kami rezeki serta mengaruniakan kepada kami berbagai nikmat dan menghindarkan bencana dari kami. Rahmatilah kami dengan rahmat yang mencukupkan kami dari rahmat selain-Mu, sehingga tidak akan kecewa orang yang meminta dan berharap kepada-Mu.
[39] Oleh karena Allah Subhaanahu wa Ta'aala telah menyandarkan sebagian hamba-hamba-Nya kepada rahmat-Nya dan mengkhususkan mereka dengan ibadah karena kemuliaan mereka, mungkin seseorang akan berkata, “Mengapa yang lain tidak dimasukkan pula dalam ubudiyyah seperti mereka?” Maka di ayat ini Allah Subhaanahu wa Ta'aala memberitahukan, bahwa Dia tidak peduli dengan selain mereka, dan bahwa seandainya tidak karena doa mereka kepada-Nya, baik doa ibadah maupun doa masalah, maka Dia tidak peduli dan tidak mencintai mereka.
[40] Yakni kepada-Nya di saat sulit, lalu Dia mengabulkannya.
[41] Maksudnya, azab di akhirat akan menimpamu setelah sebagiannya menimpamu di dunia (oleh karena itu, 70 orang di antara mereka terbunuh dalam perang Badar), dan Dia akan memberikan keputusan antara kamu dengan hamba-hamba-Nya yang mukmin. Selesai tafsir surah Al Furqan dengan pertolongan Allah dan taufiq-Nya, dan segala puji bagi Allah di awal dan akhirnya.